Berkutat dengan imajinasi dan fatamorgana

5komentar
Sore ini.
Dimana mentari mulai melahap segenap gemawan yang membuat langit membiru.
Ketika burung beradu siul di pucuk pohon kenanga yang berbunga.
Harumkan setiap sudut ruangan sempit gelap tak bercahaya.
Yang hanya menyisakan kebekuan di tubuh yang mulai lesu.

Aku lelah.
Lelah menunggu sebuah kepastian yang tak kunjung ku temu.
Aku tak ingin hanya menunggu.
Membatu tanpa berkutik sedkit pun.

Ribuan bebunga beguguran di musim kemarau.
Jatuh satu persatu menghujam bumi.
Menghias keringnya rerumputan yang nyaris hangus terbakar mentari.
Hanya harum kenanga yang masih bias tercium.

Senja yang menawan ini tak seperti dulu lagi.
Senja ini tak lagi berpendar merah seperti dulu di waktu kita bercinta.

Aku tau kau jauh.
Aku sadar kalau kau hanya sekeping mimpi yang aku punya.
Tapi kau begitu berarti.
Berarti untuk mengisi ruang di hatiku.


Tapi aku sadar.
Kau hanya mimpi.
Hanya bagian terkecil dari imajinasiku.
Yang hanya datang seketika dan berlalu tanpa permisi.

Kau tak lebih dari fatamorgana dalam hidupku.
Yang terlihat nyata.
Namun sesungguhnya tiada.
Semua jadi rancu.

Dari segala imajinasiku tentang mu.
Dari semua kerancuan itu.
Aku tetap percaya.
Bahwa kau ada.

Meski kau terletak diantara dunia nyata dan mimpi indahku.
Terpisahkan oleh ruang dan waktu.
Menjadi fatamorgana dalam hidupku.
Yang ingin ku raih, tapi aku tak mampu.

Disini ku termangu menungu kepastian mu.
Menanti kata yang terucap dari bibir tipis yang senantiasa tersenyum manis.

Tapi kau hanya mimpi.
Bagian terkecil dari imajinasi liarku.

Akankah kau hadir di hadapanku?
Hanya berjarak sejengkall dari bibir mu.
Merasakan setiap hembusan nafasmu.
Beradu dengan hentakkan jantung yang mulai menggebu.

Akankah kau menjadi realita?
Bukan hanya sekedar imajinasi yang kian menyiksa ku dalam derita.
Aku tak ingin hanya larut dalam fatamorgana.
Tapi ku ingin kau seutuhnya.

Ubud
21/06/2010


aku takut (jangan pergi kejora)

0komentar
Aku takut kejora.
Aku takut suatu hari nanti kau tak kan bersinar lagi.
Kau akan pergi meninggalkan aku dalam kelamnya malam yang paling kelam.
Biarkan aku terkikis desiran angin yang kian mengganas menerpa sekujur tubuh yang mulai ditinggal cinta.

Sungguh, kau akan menyiksaku.
Tak kan lagi kau tersenyum untukku.
Tak mungkin lagi kau sinari aku, peluk aku dan kecup bibirku.
Hanya kehampaan yang akan hampiri aku.

Meski kau berikan penggantimu.
Meski ia lebih hebat darimu.
Kau takkan terganti kan dalam hidupku kejora.

Hanya ada satu kejora dalam hidupku.
kejora yang slalu terang.
Merona dengan senyum di ujung bibir yang taklukkan kaum adam yang melihatnya.
Tentu saja aku salah satunya.
Yang tak mungkin lupakan ketika kau tersenyum untuk pertama kalinya di malam itu.
Di saat purnama menjadi saksiNya.

Jadi kejora.
Jika kau pergi kelak.
tinggalkan seutas senyum yang akan ku kenang slalu.
Dekap dan kecup aku untuk trakhir kalinya.
Biarkan aku terlelap dalam buai hangatmu.


Ubud, 13-06-2010

Jangan pergi kejora. Jangan pernah

surat untuk kejora 2 (kan ku kecup bibirmu)

1 komentar
apa kau tak lelah kejora?
Ini sudah subuh, masih saja kau terangi malamku.
Tersenyum indah kau disana.
Tidak kah kau lapar?
Sedari mentari mulai mengantuk dan tertidur kau mulai berjibaku melawan dinginnya malam keluar dari sesaknya awan.
Apa kau sungguh kuat bergekantungan diatas sana?
Penuh rona cahaya buat diriku bisa melihat wajah kusamku diatas gundukan tanah basah yang harum di nalam kelam nan sunyi ini.
Hanya cahaya mu lah yang temani setiap langkahk, mengiringi lantunan orkestra malam para jangkrik yang gaduh tapi berirama.

Kejora....
Kau mekarkan bebunga di setiap senyum manismu.
Kau buat kekupu beterbangan hampiri tubuh yang mulai bau tanah siap untuk dimasukan liang lahat.
Kau warnai kertas hitam kelam hidupku.
Berjuta makna kau ciptakan di setiap tawamu.

Ku tak pernah liat kau teteskan air mata.
Ku tak pernah liat kau meringis kesakitan.

Jika itu terjadi.
Kan ku usap air mata yang menetes basahi wajahmu.
Takkan kurelakan air itu mengucur bak darah yang mengucur deras dari luka di dada yang di hujam pisau belati penuh benci.

Kan ku isap lukamu agar kau tak lagi merintih.

Ku kan lengkapi semua itu dengan kecupan lembut di bibirmu yang akan hantarkanmu ke peraduanmu.
Agar besok kau bersinar lagi.
Dan cahayamu tak pernah pudar, wahai kejora.

Berbaring melihat kejora.
6/6/2010

kan ku kecup bibirmu.

Surat untuk kejora(cahayamu tak pudar)

0komentar
Kejora.
Kau beri warna di setiap hitam hidupku.
Ronamu tak pernah redup.
Berpendar merah jambu.

Kau mekarkan bunga di setiap langkah yang kau ayunkan.
Padang gersang menjadi taman bunga penuh kumbang dan kupukupu yang beterbangan di antara dirimu yang tak pernah redup.
Setiap langkahmu getarkan jiwaku yang slalu takluk akan senyuman dari bibir tipis nun indahmu yang menggoda untuk ku kecup.

Ku slalu bahagia dekatmu.
Menghabiskan senja bersama penuh tawa dan canda.
Tapi kenapa tiada cinta?

Senja sunyi tak bersuara.
Kita lewati berdua tanpa dusta.
Menemanimu slamanya.
Seperti bulan dan bintang yang slalu bersanding bersama.
Meski mreka berbeda.

ku kecup keningmu. AKu berharap aku lah pangeran berkuda putih yang slalu kau idamkan. Yang akan bersanding denganmu hingga ajal merenggut.

04/06/2010

Mencumbu Rembulan.

0komentar
Dan.
Malam ini purnama.
Langit cerah dimana semua insan menebar kebahagiaan.
Dimana balutan asmara hiasi setiap sudut ini.
Tak ada bunga yang berguguran.
Tak ada angin sepoi yang sejukkan tubuh ini.

Semuanya hening.
Lolongan serigalapun tak terdengar.
Ataupun hanya sekedar sayup.

Aku.
Dengan kaki bergelantungan di atas beranda.
Memandang takjub ke angkasa.
Melihat Tuhan menorehkan guratanNya.
Malam itu sungguh indah.
Dengan badan menengadah ke atas.
Tangan menjadi bantal.
Lantaipun terasa empuk.

Aku sungguh terbuai.
Tergoda oleh kerlingan rembulan.
Yang seakan memandangku penuh gairah.

Bulan memperkosa malam.
Ia taklukan cerita tentang malam.
Tak ada yang mengusik.
Mereka takluk di bawahnya.

Apa aku juga?
Iya.
Aku terpikat.
Aku ingin cumbui bulan.
Nodai malam.
Dengan getir getir darah panas yang mengalir di tubuhku.
Ku ingin rasakan nikmatnya mencumbui bulan.
Aku akan cium.
Tak ku biarkan sejengkalpun yang akan ku lewatkan.

Aku tak ingin hanya tersenyum dan memandangnya.

Ku ingin cumbui bulan.


May 2010
apa aku gila? Bulan yang terlebih dahulu godai aku,kawan.

Rasakanlah.

0komentar
Sendiri.
Menantang sepi.
Ingin hancurkan kelam.
Pecahkan kesunyian.

Datangkan musim gugur yang jatuhkan bebunga segar.
Menghantarkan jiwa kedalam damainya malam.

Tak mati.
Hanya pejamkan mata.
Rasakan bebunga yang jatuh itu

may,2010

Aku sudah siap.

0komentar
Tangisku tak lagi bening.
Linangannya berwarna merah.

Iya.
Antara air dan darah.
Mengalir deras di bongkahan mataku.
Menahan perih tubuh yang bernanah atas luka yang kau perbuat.

Kau hancurkan anganku tuk hidup.
Segenap asaku tertelan diantara gelembung gelumbung laknat yang menenggelamkannya.

Kemana ku harus sembunyi?
Ketika semua hanya tinggal janji.

Ah sudahlah.
Jika sudah waktunya nanti.
Entah esok ataupun lusa.
Tubuh yang terluka penuh nanah ini siap menjadi tumbal untuk hentik'an semburannya.

may 2010.
Jeritan saudara kita di sana.
Meringis menahan derita...

Ini galungan, bangunlah dari mimpimu.

0komentar
Hey nak.
Harum dupa buatmu tersenyum.
Tapi kau masi pulas dalam lautan mimpi yang kau arungi sedari semalam.
Mentari tertawa melihatmu nak.
Malulah...

Ini hari sudah beranjak jadi siang.
Alunan mantra dan genta semakin semarak.
Ini galungan nak.
Mari kita syukuri segala limpahanNya.
Jangan hanya mengeluh dan meminta.
Ayo lekas bangun. Sudahi dulu mimpimu itu.
Tunjukkan bhaktimu pada sang pencipta!
Kelak kau pasti tau.
Dupa, genta dan mantra kan slalu buatmu tersenyum.. :)


12-05-2010
 

MOYO © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates