Sepenggal Sajak

0komentar
jika suatu hari nanti kau hilang.
pergi.
lenyap dari pandangan mataku.
kan ku cari engkau di setiap larik - larik sajakyang tak henti hentinya ku tuliskan ini.


jejak nafasmu masih tersisa diantara kata-kata yang terangkai tak sempurna.
meski awan tak lagi menawan.
atau hujan yang tak lagi rupawan.

Negeri Berpasir

0komentar
27-05-2011
Mertasari sanur

Dan hanya binar lampion temani sunyi.
Diantara deru ombak pesisir.
Bisikan buih buih yang semakin memudar.
Menghempas karam aku yang terdiam

Kemana aku mencari bintang?
Ketika nelayan tak lagi tebarkan jala.
Para burung camar hilang ke negeri antah berantah.
Dan senja tak lagi berupa jingga.

Ketika awan bercertia tentang angin.
Berhembus diantara pesisir berpasir rindu.
Menyapa aku yang terdiam diantara binar lampion.
Menunggumu, membawakan aku sebuah kecupan dan cerita tentang fajar yang esok kan menyapa pesisir.

Ini bukan sebuah istana yang terbuat dari pasir.
Tapi hanyalah sebuah istana, yang terbuat dari rindu yang mendesir seiring angin di pesisir.

Mengadu

0komentar
Aku mengadu pada bulan;
Malam ini, ketika angin hembuskan beribu rindu.
Aku tak sanggup mendekapnya.
Atau sekedar menyapa dalam kesendirianku.
Tak lebih dari hanya membisu.
Biarkan angin pembawa rindu melewati tubuh hingga batas sukma.

Kemudian aku mengeluh pada bintang;
Bintang, kau ingat senyumnya?
Saat ini aku merindukan itu.
Ranumnya seakan ingin segera dilumat.
Meski kelu lidahku saat meminta.
Dan kemudian aku hanya tersipu.


Kunang-kunangpun tak luput dari kesahku;
Aku sumringah mengingatnya.
Ketika aku dan dia memburu fajar.
Menanti elok mentari menyambangi ufuk.
Dan saat itu, ku kecup keningnya.
Di saksikan mentari yang baru bangun, dan debur ombak yang memecah hampa.


Kini dia terlelap seirama lantunan tentang malam.
Yang hempaskan rindu hingga ke bibir kalbu.

Dan aku?
Terdiam menatap bulan dan bintang.
Kunang-kunang tlah pergi.
Membawa ceritaku hingga fajar bersiul kembali.

Ubud,
23 May 2011 - 11:30PM

13 tahun yang lalu.

3komentar
dan aku mencoba merajut ingatan.
tentang musim gugur 13 tahun yang lalu.
dimana bebunga menghampiri kesendirian.
mencoba menyapa namun hanya terdiam.


13 tahun yang lalu di bawah pohon tua.
tepat sehari setelah musim gugur dimulai.
aku mendapati tubuhku yang mulai kaku.
lantaran kau menciumku, dan melumatnya dengan kasih.

13 tahun yang lalu ketika senja menyambangi ufuk.
aku mencoba meraih tanganmu yang mengenggam sekuntum bunga itu.
namun kau mengecup kembali, melumatku penuh kasih.
erat pelukmu tak'an terlupakan hingga kini aku di bintang.


13 tahun setelah musim gugur ketika kau mengecupku.
kini aku terdiam di bintang.
erat pelukmu hilangkan sunyi dinginnya semesta.
dan kecupanmu menemaniku dalam rindu yang kian menyanyat sukma.


aku rindu musim gugur 13 tahun yang lalu.
ketika kita bersama habiskan senja.

waktu dan rindu

0komentar
Ku menyanyikan beribu tembang tentang malam;
menggantung bulan diantara bintang.
siskan debu antara kabut yang kan menelan rindu.
menemani sepi seirama jangkrik yang kian merdu bercengkrama dengan angin.
berputar putar; menari nari di tengah hati yang tersenyum dan tersipu.

Ku menyanyikan beribu tembang tentang malam;
menggantung bulan diantara bintang.
mendaratkan kecupan di ranum bibirmu.



selamat malam sayang,
aku kan ke bintang.
melihatmu tertawa dari kejauhan yang dibatasi waktu dan rindu.
mungkin tak'an lama, hanya seperti ketika kita menanti musim gugur 13 tahun yang lalu.


May 2011

Lonely

0komentar
Alone.
without sunshine.
without stars and the moon.
only me and the wind.

flow within my soul.
just stab me with the loneliness.
and let me die in your embrace and love.
kiss me between your smile and laugh.

alone.
among the darkness of the world.
only me and the wind.
flow with love, hug, kiss, smile and laugh.

aku ingin menyanyikan fajar.

0komentar
Aku ingin menyanyikan fajar;
Sisakan embun berpayung jingga.
Yang kian lenyap di hembus angin.
Tanahpun kering, menyisakan kenangan tentang fajar yang batal menyingsing.

Dimana kau mentari?
Sejuta harap bersamamu.
Cemas akan cemara yang tak lagi tumbuh.
Atau seekor parkit kecil yang tak kunjung bersiul.

Fajar menjadi hampa di pelataran jingga.
Tak jua membiru seperti bibirmu berbalur lipstik ungu.
Atau seperti ketika ranum senyummu melumat dengki.
Dan hanya sisakan diri yang bersimbah rindu di halaman rumahmu.

aku ingin menyanyikan fajar;
Yang batal menyingsing karena kau sembunyikan di balik senyummu.

Sajak Tengah Jalan

0komentar
dan ia pun menelan jantung mungil itu.
meraupkan darah merah merona semerah senja dikala itu,
sembari tertawa ia pun berkata:

aku sudah memilikimu,
jantung mungilmu sudah ada di perutku,
darahmu sudah menyatu dalam tubuhku,

buat apa aku harus memiliki tubuhmu?
yang akan habis dilahap kelunya malam.

ingat kasih aku sudah memilikimu;
jantung mungilmu sudah ada di perutku,
darahmu sudah menyatu dalam tubuhku.

Between Sunrise and Sunset

0komentar




My First Landscape Picture, taken when the banyupinaruh day at Sanur Beach ( For the Canoe Girl) and Kuta Beach (For The Sunset)

Thx to Ptrx


Ketika lensa berbicara, katapun tak sepatah bermakna. Hanya siratan dlm hati berujar. Biru langit itu bius dan malam itu candu (by: Yuli)

My Sunshine

0komentar
You are my sunshine
Just like a drop of dew
A drop of a million exstacy
Wake me up from the cradle of the night vision

You are my sunshine
Along with the singing of the birds
You kissed me gently
Smiled and said;

I'm now in heaven, don't you cry for me anymore

dekap terakhir.

0komentar
...dan ketika langit berubah merah semerah warna lipstikmu. kau-pun berujar dengan sekuntum mawar putih dihadapanku;

jangan kau pergi! aku kan se-setia malam pada bintang. berdua seiring kelam yang mulai menyeruak keteguhan nurani.

malam ini ku bawakan kau sekuntum mawar putih. persis seperti apa yang tlah kau berikan ketika itu. ketika kau tersenyum dan mengecup keningku.

mawar ini pemberian terkahirku. di sisa nafasku ini aku mencoba tuk mengetuk hati kecilmu yang membekeu karena aku.

seperti janji kita dulu;

hari ini.
aku kan mati.
dan terlelap dalam kedamaian.
DI PELUKANMU.
DI DEKAP HANGAT YANG SLALU KAU BERIKAN DULU.

..... semua menjadi indah, dalam dekap terkahirku padanya. meski hati mulai sesak karena terisak. dan teringat semua kenangan tentang aku, dia dan malam.

aku melukis hujan

0komentar
aku melukis hujan;
jemari menari diantara rintik.

tariannya pun tak selok tubuhmu;
yang meliuk ketika gumam tentang malam terdengar.

itu ketika hujan dengan rintik indahnya mengalun di bumi.

tapi sekarang?

aku mencoba menyulam kembali;
rintik hujan yang tak lagi terdengar.
jemari yang mulai kaku diantara bebatu.
samar liukanmu lenyap di pelupuk rindu.

ah,
aku tak kuasa melukisnya lagi.
lebih baik ku lukiskan pelangi sapta warna.
diantar senyummu atau susumu.

penantian

0komentar
aku menjadi abu diantara debu.
mengalun syahdu irama rindu.

kemana kau berlalu?
aku mencarimu, mengejar sang waktu.

mengharap bertemu kau sebelum jadi batu.
atau terkurung di neraka yang terbelenggu.

pergi saja

2komentar
akupun mulai mencoba.
mengais sedikit saja diantara yang tersisa.
ku selami kubangan rindu yang membuai keteguhan cinta.

ah,
kaupun tinggal derita.
yang mencoba datang tuk berpura pura.
atau sekedar perihkan luka yang menganga.

pergi saja!

aku bukan bangkai yang seharusnya kau hinggapi.
jua bukan tai yang harus kau singgahi!

Pagiku

4komentar
Kau adalah pagiku.
Menyerupai embun.
Teteskan sejuta kenikmatan.
Bangunkan aku dari buaian imaji malam.


Kau adalah pagiku.
Seiring kicauan burung.
Kau kecup aku dengan lembutnya.
Tersenyum dan berujar;


aku sudah di surga, jangan kau menangis lagi.

tersedak rindu.

1 komentar
kalaupun aku;
terbentuk dari rindu.
menjelma karena pilu.
bukan berarti aku hilang diantara deru!
atau juga mati karena lepas kuku.

mungkin aku;
hanya buntalan kentut ibu.
atau hanya kenangan diantara senyum para babu.
yang slalu menggerutu.

ketika aku malu.
ayahpun tak lagi menjadi guru.
tak jua tersipu.
melihat aku yang kian terselimuti abu.
menantang arus, menjelma diantara haru.

haru.
menjadi abu.
aku mati bukan karena lepas kuku.
mungkin sedikit rindu.
membuatku tersedak dan harus pamit terlebih dulu.

diantara gerimis

1 komentar
Diantara gerimis.
Mataku terpejam.
Tapi tak ingin terlelap.
Senyummu begitu menggoda untuk ku lumat.

Memandang sinis.
Kepada hujan yang riuhkan birahi.
Mengangap aku binatang.
Jalang!

Aku tak serendah itu!
Bukan jua se-munafik yang kau kira.

Tapi diantara gerimis.
Aku nampak lemah.
Tak berkutik karena riuhnya.
Menyeruak diantara birahi.

Senyumu buatku menggila.
Meski sunyi diantara riuh gerimis tak terasa.
Tapi damai tiba ketika kau ada.

Mungkin gerimis hanya ingin menggoda.
Atau hanya ingin menikmati canda.


Duhai.
Aku tak ingin terlelap.
Biarkan hanya terpejam.
Menikmati senyummu diantara gerimis.

Denpasar, february 2011

Photo busuk itu!

0komentar
Photo busuk itu!
Aku benci!
Walau kau tersenyum.
Tapi aku tak sudi!

Masih terngiang jelas di telingaku.
Kata kata benci tentangnya.

Tapi mengapa?
Mengapa harus ada wajahnya terselip diantara senyummu?
Mengapa harus dia?


Photo busuk itu!
Aku benci!
Walau kau tersenyum.
Tapi aku tak sudi!

Aku ingat betapa sekarang kau di pelukanku.
Slalu sunggingkan senyum.
Dan tak tertinggal kecupan di ujung bibir.
Diantara belaian halusmu.

Tapi mengapa?

Masih saja kau menyimpannya.


Tai!
Laknat!
Aku benci dia!
Bukan kamu!
Tapi dia!


Menjelma malam.
Akan ku musnahkan dia dari muka bumi ini.
Hempaskan dia diantara kelam.
Hujamkan beribu derita untuknya!

Di Halaman Belakang Rumahmu

8komentar
Dihalaman belakang rumahmu;
Ku menatap langit,
Mencoba temukan setitik cahaya,
Diantara guratan sendu langit malam,
Mencoba tuk tersenyum,
Walau ku harus menunggu,
Semua tentangmu,
Tertulis abadi,
Diatas langit dengan sisa purnama,
Tampak keindahan di baliknya,
Meretas sisa senggama kita semalam,
Mencoba kembali ketempat dimana desahan itu menggema,
Dialiri birahi yang akan hentikan waktu,
Hanya berdua dalam angin.


Di halaman belakang rumahmu;
Kucing bercengkrama,
Hendak memangsa,
Apakah itu malam?
Atau mereka jua ingin nikmati sisa purnama dengan senggama?


Di halaman belakang rumahmu;
Ibumu berkata:
Cintailah anakku sepenuh hati,
Bahagiankanlah dia,
Dan buat dia tersenyum slalu.

Bukan karena aku takut ke ruang tamumu.
Bukannya aku pengecut.
Aku masih malu, kasih.
Aku hanya bisa terdiam di halaman belakang rumahmu.
Menunggumu datang dengan seuntai senyuman.
Atau, memelukku dari belakang sembari berkata: aku sayang kamu..

Diantara sisa purnama.
Langit masih benderang.
Merona diantara kelam.
Hangatkan gumulan cinta kita dalam birahi.

sebuah kepalsuan!

0komentar
Akankah nanyian itu terdengar lagi?
Memecah sebuah kebuntuan diantara hitamnya kelam.
Atau sekedar mengejutkan jiwa yang mulai kehilangan arah.
Diantara sisa sisa birahi yang masih berbekas di dahi.

Lirih kidung bukan lagi menjadi alasan.
Kidung kematian yang akan hantarkan badan kasar ini ke peraduan abadi.
Diantara himpitan tanah 2 meter.
Belatungpun akan menajdi teman setia dalam menjalani hari kelam.

Tangis tak'an terdengar.
Meski isaknya menggelegar memecah kesunyian pelayat yang datang menatap haru.
Bukan karena aku mati.
Tapi hanya menjadi kedok, kebahagiaan akan kematianku ini.

Jasadku mulai di usung.
Menuju tempat abadi yang konon lebih indah dari ke fana-an dunia.
Tempat yang lebih berbunga, kalahkan taman indah tempat kita bercinta dulu.
Atau tempat dimana ada, penjual kembang gula ter-enak yang pernah ada.

Lagi.
Terdengar tangis palsu.


Hahahaa.


Aku tertawa dalam matiku.
Melihat sebuah ke pura puraan di wajah mereka.
Tangis yang konon pilu tapi ternyata palsu.
Tetesannya hanya sebuah kamuflase belaka.



Di ujung sana.
Aku sudah melihat cahaya ke-emasan.
Silau aku bung!
Tapi apa itu pintu neraka?

kunang kunang

0komentar
kunang kunang.
menari di bawah hujan.
berteriak diantara gemericik air.
menanti kasih yang mungkin tlah mati

Bulan Menangis

2komentar
Bulan ingin menangis.
Di malam sunyi.
Yang miris, ia terluka oleh cinta.
Entah kapan ia jatuh cinta.

Tangis yang lenyapkan sepi.
Di sisi rindu yang tak lagi beku.


Ia sakit karena cinta.
Menangispun karena cinta.
Tapi adakah yang tahu, kapan ia jatuh cinta?

Tak sanggup ia punguti sisasisa cinta yang tergeletak begitu saja.

Semuanya tabu.
Bagai abu yang tak kunjung lenyap diantara debu.
Mengalir diantara kelu darah yang membeku.
Ia dimadu?

Tangisnya tak jua berhenti.
Musim gugur berganti.
Musim semi seiring sepi.
Bulan pun menyapa mati.

Tak ada tangis.

Bekukan sepi.

Ia tak'an menari.

Mungkin kan mati

bukanlah hujan

7komentar
Aku bukanlah hujan yang mampu lenyapkan derita diantara airmatamu.
Ataupun awan yang mampu datangkan kesejukan diantara panas jiwamu.
Tak jua kabut hitam yang lenyapkan rindu.
Yang mengadu untuk bertemu.

Angin tak lagi sopan menyapa kalbu.
Merobek seisi hati begitu dalam.
Tinggalkan nganga dan derita.
Membawa hujan rindu yang tak kunjung usai.

Tetes demi tetes hujan sirnakan air mata.
Mengalir diantara beriak yang kemudian lenyap.
Tapi kenapa dengan derita?
Menganga dan perih, aku tak kuasa tuk menangis.

Terisakku di bawah kucuran hujan.
Bukan karena takut tapi aku rindu.


Dia sudah mati.
Jiwanya mengalir seiring air hujan diatas bumi.
Menahan tangis derita untuk pencinta.
Dan akan menanti dari semua yang telah mati.


Luka merah menganga menjadi biru.
Hati ini sudah mati.


Aku mati rasa.

Ingin mati dan membunuh sepi

Dan berlari.

Kematian Dengki

6komentar
Malu ku menari.
Menahan setiap dengki.
Meringkuk dalam luka hati.
Atau tertanam sampai mati.


Aku tak mungkin bangkit dan berlari.
Atau hanya sekedar berdiri.
Benar benar mati.
Tak perlu kau caci.

Hanya berakhir sepi.
Sakit yang tak kunjung henti.
Mulai dari hati sampai aku mati.
Raga di sesaki dengki.


Ubud, 4 Januari 2011
 

MOYO © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates