diantara gerimis

1 komentar
Diantara gerimis.
Mataku terpejam.
Tapi tak ingin terlelap.
Senyummu begitu menggoda untuk ku lumat.

Memandang sinis.
Kepada hujan yang riuhkan birahi.
Mengangap aku binatang.
Jalang!

Aku tak serendah itu!
Bukan jua se-munafik yang kau kira.

Tapi diantara gerimis.
Aku nampak lemah.
Tak berkutik karena riuhnya.
Menyeruak diantara birahi.

Senyumu buatku menggila.
Meski sunyi diantara riuh gerimis tak terasa.
Tapi damai tiba ketika kau ada.

Mungkin gerimis hanya ingin menggoda.
Atau hanya ingin menikmati canda.


Duhai.
Aku tak ingin terlelap.
Biarkan hanya terpejam.
Menikmati senyummu diantara gerimis.

Denpasar, february 2011

Photo busuk itu!

0komentar
Photo busuk itu!
Aku benci!
Walau kau tersenyum.
Tapi aku tak sudi!

Masih terngiang jelas di telingaku.
Kata kata benci tentangnya.

Tapi mengapa?
Mengapa harus ada wajahnya terselip diantara senyummu?
Mengapa harus dia?


Photo busuk itu!
Aku benci!
Walau kau tersenyum.
Tapi aku tak sudi!

Aku ingat betapa sekarang kau di pelukanku.
Slalu sunggingkan senyum.
Dan tak tertinggal kecupan di ujung bibir.
Diantara belaian halusmu.

Tapi mengapa?

Masih saja kau menyimpannya.


Tai!
Laknat!
Aku benci dia!
Bukan kamu!
Tapi dia!


Menjelma malam.
Akan ku musnahkan dia dari muka bumi ini.
Hempaskan dia diantara kelam.
Hujamkan beribu derita untuknya!

Di Halaman Belakang Rumahmu

8komentar
Dihalaman belakang rumahmu;
Ku menatap langit,
Mencoba temukan setitik cahaya,
Diantara guratan sendu langit malam,
Mencoba tuk tersenyum,
Walau ku harus menunggu,
Semua tentangmu,
Tertulis abadi,
Diatas langit dengan sisa purnama,
Tampak keindahan di baliknya,
Meretas sisa senggama kita semalam,
Mencoba kembali ketempat dimana desahan itu menggema,
Dialiri birahi yang akan hentikan waktu,
Hanya berdua dalam angin.


Di halaman belakang rumahmu;
Kucing bercengkrama,
Hendak memangsa,
Apakah itu malam?
Atau mereka jua ingin nikmati sisa purnama dengan senggama?


Di halaman belakang rumahmu;
Ibumu berkata:
Cintailah anakku sepenuh hati,
Bahagiankanlah dia,
Dan buat dia tersenyum slalu.

Bukan karena aku takut ke ruang tamumu.
Bukannya aku pengecut.
Aku masih malu, kasih.
Aku hanya bisa terdiam di halaman belakang rumahmu.
Menunggumu datang dengan seuntai senyuman.
Atau, memelukku dari belakang sembari berkata: aku sayang kamu..

Diantara sisa purnama.
Langit masih benderang.
Merona diantara kelam.
Hangatkan gumulan cinta kita dalam birahi.

sebuah kepalsuan!

0komentar
Akankah nanyian itu terdengar lagi?
Memecah sebuah kebuntuan diantara hitamnya kelam.
Atau sekedar mengejutkan jiwa yang mulai kehilangan arah.
Diantara sisa sisa birahi yang masih berbekas di dahi.

Lirih kidung bukan lagi menjadi alasan.
Kidung kematian yang akan hantarkan badan kasar ini ke peraduan abadi.
Diantara himpitan tanah 2 meter.
Belatungpun akan menajdi teman setia dalam menjalani hari kelam.

Tangis tak'an terdengar.
Meski isaknya menggelegar memecah kesunyian pelayat yang datang menatap haru.
Bukan karena aku mati.
Tapi hanya menjadi kedok, kebahagiaan akan kematianku ini.

Jasadku mulai di usung.
Menuju tempat abadi yang konon lebih indah dari ke fana-an dunia.
Tempat yang lebih berbunga, kalahkan taman indah tempat kita bercinta dulu.
Atau tempat dimana ada, penjual kembang gula ter-enak yang pernah ada.

Lagi.
Terdengar tangis palsu.


Hahahaa.


Aku tertawa dalam matiku.
Melihat sebuah ke pura puraan di wajah mereka.
Tangis yang konon pilu tapi ternyata palsu.
Tetesannya hanya sebuah kamuflase belaka.



Di ujung sana.
Aku sudah melihat cahaya ke-emasan.
Silau aku bung!
Tapi apa itu pintu neraka?
 

MOYO © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates