Dimana mentari mulai melahap segenap gemawan yang membuat langit membiru.
Ketika burung beradu siul di pucuk pohon kenanga yang berbunga.
Harumkan setiap sudut ruangan sempit gelap tak bercahaya.
Yang hanya menyisakan kebekuan di tubuh yang mulai lesu.
Aku lelah.
Lelah menunggu sebuah kepastian yang tak kunjung ku temu.
Aku tak ingin hanya menunggu.
Membatu tanpa berkutik sedkit pun.
Ribuan bebunga beguguran di musim kemarau.
Jatuh satu persatu menghujam bumi.
Menghias keringnya rerumputan yang nyaris hangus terbakar mentari.
Hanya harum kenanga yang masih bias tercium.
Senja yang menawan ini tak seperti dulu lagi.
Senja ini tak lagi berpendar merah seperti dulu di waktu kita bercinta.
Aku tau kau jauh.
Aku sadar kalau kau hanya sekeping mimpi yang aku punya.
Tapi kau begitu berarti.
Berarti untuk mengisi ruang di hatiku.
Tapi aku sadar.
Kau hanya mimpi.
Hanya bagian terkecil dari imajinasiku.
Yang hanya datang seketika dan berlalu tanpa permisi.
Kau tak lebih dari fatamorgana dalam hidupku.
Yang terlihat nyata.
Namun sesungguhnya tiada.
Semua jadi rancu.
Dari segala imajinasiku tentang mu.
Dari semua kerancuan itu.
Aku tetap percaya.
Bahwa kau ada.
Meski kau terletak diantara dunia nyata dan mimpi indahku.
Terpisahkan oleh ruang dan waktu.
Menjadi fatamorgana dalam hidupku.
Yang ingin ku raih, tapi aku tak mampu.
Disini ku termangu menungu kepastian mu.
Menanti kata yang terucap dari bibir tipis yang senantiasa tersenyum manis.
Tapi kau hanya mimpi.
Bagian terkecil dari imajinasi liarku.
Akankah kau hadir di hadapanku?
Hanya berjarak sejengkall dari bibir mu.
Merasakan setiap hembusan nafasmu.
Beradu dengan hentakkan jantung yang mulai menggebu.
Akankah kau menjadi realita?
Bukan hanya sekedar imajinasi yang kian menyiksa ku dalam derita.
Aku tak ingin hanya larut dalam fatamorgana.
Tapi ku ingin kau seutuhnya.
Ubud
21/06/2010